Membahagiakan Diri Sendiri dan Orang Lain
Ada pelajaran penting yang dapat saya tangkap dari interaksi sosial yang terjalin selama ini, bahwa salah satu bentuk usaha untuk membahagiakan diri sendiri dan orang lain adalah dengan memberikan penghormatan yang pantas dengan yang dihormatinya. Salah satu contohnya, memanggilnya dengan sapaan yang disenanginya, yakni dengan namanya yang sebenarnya atau gelarnya.
Sungguh dingin dan berat perasaan orang yang menyebut nama saudaranya dengan konteks-konteks yang tidak jelas misalnya, "Anda, si Ini" atau "si Itu". Apakah dengan memanggil seperti itu Anda ingin orang lain tidak mengenal Anda, memanggil Anda dengan nama yang salah, atau menyapa dengan gelar yang tidak benar? Saya tidak yakin.
Sikap mengabaikan dan menjatuhkan orang lain menunjukkan ketidakpekaan perasaan dan keras kepala.
Seorang isteri yang telah berusaha mengatur rumah, merapikan posisi perabot, dan menambahkan wangi-wangian untuk menyegarkan ruangan, tentu tidak akan habis pikir ketika suaminya masuk dan tidak tidak acuh terhadap usaha isterinya ini. Tak ada ekspresi apa-apa, dingin. Sikap suami seperti ini akan memupuskan semangat dan perhatian.
Berilah perhatian terhadap orang lain, ungkapkan rasa terimakasih Anda terhadap hasil karya orang lain, dan pujilah pemandangan yang bagus, bau yang menyegarkan, perbuatan yang baik, sifat yang terpuji, qashidah yang menyentuh, dan buku yang bermanfaat, agar nama Anda dicatat dalam daftarorang-orang yang bisa membalas budi dan jujur sebagai orang yang berkepribadian.
Dr. 'Aidh al-Qorny
Dari buku Laa Tahzan (Jangan Bersedih!) terbitan Qisthy Press